Struktur urethra
Posted by radit11 pada Mei 19, 2009
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Struktur urethra adalah penyempitan atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya obstruksi (long,1996).Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994)
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
v infeksi,
v trauma internal maupun eksternal pada urethra
v kelainan bawaan dari lahir
2 Anatomi fisiologi
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa ± 23-25 cm.
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
3 Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Striktur urethra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars membranase, sifat striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan dengan anomalia sakuran kemih yang lain
b. Striktur urethra traumatik
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena instrumen, infeksi, spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur sambungan atau oleh pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya terjadi pada daerah kemaluan dapat menimbulkan ruftur urethra, Timbul striktur traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan adanya hematuria gross
c. Struktur akibat infeksi
Struktur ini biasanya sissebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat daripada striktur traumatik
2 Gejala Klinik
Keluhan berupa kesukaran dalam kencing, Pancaran air kencing kecil, lemah, bercabang serat menetes dan sering di sertai dengan mengejan, biasanya karena ada retensio urin timbul gejala-gejala sistitis, gejala –gejala ini timbul perlahan-perlan selama beberapa bulan atau bertahun-tahun apabila sehari keadaannya normal kemudian satu hari timbul tiba-tiba pancaran kecil dan lemah tidak dipikirkan striktur urethra tapi dipikirkan kearah batu buli-buli yang turun keurethra.
Dapat terjadinya pembengkakan dan getah/nanah daridaerah perineum,scrotom dan kadang-kadang dapat juga didapat adanya bercak-bercak darah dicalana dalam, dicurigai adanya infeksi sistemik.
3 Pemeriksaan Diagnostik
- Anamnesis yang lengkap
- Inspeksi :
- Palpasi :
- Colok dubur
- Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akanditemukan adanya hambatan
- Untuk Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli . dan dari ftotersebut dapat ditentukan :
- lokalisasi striktur : apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi
- besarnya kecilnya striktur
- panjangnya striktura dan
- jenis struktur
- bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan flowmetri
- dan pad kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura yang lama dapat terjadi perubahan sekunder pada kelenjar prostat,/batu/perkapuran/abses prostat, efididimis/fibrosis diefididimis.
- Penatalaksanaan
- lokalisasi,
- panjang pendeknya striktur
- Keadaan darurat
Dilakukan dengan halus dan hati-hati (perlu pengalaman dan dituntut ketekunan seta kesabaran kalauperlu dimulai dengan(bougie filiform) danseterusnya
Kontraindikasi : pada anak kecil, bila gagal (bougie terlalu sering/jarak 2-3 bulan,nyeri, perdarahan, ekstravasasi, infeksi dipertimbangkan uretrotomia interna
Uretrotimia interna
- Visual : sachse
- Blind : Otis
Kateter (plastik,silikon, atau lateks) dipasang 5-7 hari bila terjadi striktur dapat dicoba lagi.
Follow up : Dilatasi urethra hidroalik
Self catheterization
Dicek ; pancaran urin visual
Kalau mungkin uroflowmetri
Penyulit dari 1 dan 2
- Perdarahan
- False passage terjadi hemaatom, infiltrat urin,
- Infeksi
- Re strukture
- Plastik urethra satu tahap denga tanpa ”graft ”kulit (syaraf tak ada infeksi dilakukan tindakan pembedahan
- Plastik urethra satu tahao dengan/tanpa “graft “ kulit / syaraf : tak ada infeksi dilakukan tindakan pembedahan
- Pastik urethra satu tahap dengan /tanpa “graft kulit (syaraftidak ada infeksi
- Bila terjadi penyulit akses /fistula (e) operasi dalam 2 tahap
2) Rekonstruksi urethra
- Bila strikture akibat trauma yang mengenai urethra posterior, dilakukan operasi melalui perineum (dengan alat-alat dari turner warwich) atau transpubik dengan melakukan pubektomi
- Pada kasus-kasus yang tidaak mugkin dilakukan rekonstruksi urethra
2) Sistostomi permanen
3) Pengalihan aliran urin (diversion)
c. Pemakaian antibiotik (lihat standar dilab I. Bedah)
1) Bila terdapat infeksi saluran air kemih : diberikan antibiotik yang sesuai hasil test kepekaan
2) Bila kultur urin steril : profilaksis dengan : anamnesa, pemeriksaan fisik, coba kateterisasi/ kateter karet (lateks)
3) Retensi urin : sistostomi, kemudian dirujuk
4) Ifiltrat urin : sistostomi, insisi multipel,kemudian dirujuk bila proses infeksi
3. Dampak Masalah .
Pada klien striktura urethra akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah diuraikan pada sub bab patofisiologi . Masalah ini dapat berdampak pada pola pola fungsi kesehatan klien.Dimana klien sebagai mahluk bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak masalah yang muncul dapat di bagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post operasi Sachse
Dampak masalah pre operasi Sachse adalah :
- Pola eleminasi .
- Pola persepsi dan konsepsi diri.
- Pola tidur dan istirahat.
Dampak masalah post operasi Sachse adalah:
1. Pola eliminasi
Klien post operasi Sachse dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan . Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi Sachse karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atau perawatan kateter kurang atau tidak aseptik dapat juga terjadi.
Pada klien post Sachse dapat mengalami gangguan tidur karena klien merasakan nyeri pada lika operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.
3 . Pola aktifitas.
Klien post Sachse aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari Sachse nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang kedua post Sachse Sedangkan kebutuhan klien dibantu.
4 Pola reproduksi dan seksual.
Klien post Sachse dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status kesehatan.
- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.
A. Asuhan Keperawatan
Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi Sachse dan pengkajian post operasi Sachse
a) Pengkajian pre operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :
Pengkajian fokus :
Inspeksi :
- Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
- Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent ( nanah )
- Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan
- Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina.
- Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan pada saat akan mixi.
- Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri, cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
- Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian.
- Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel, eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein.
- Identitas klien
2 . Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
3 . Riwayat penyakit dahulu .
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi .
4 Riwayat penyakit keluarga .
adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
- Riwayat psikososial
- Intra personal
- Inter personal
- Pola fungsi kesehatan
- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
- Pola nutrisi dan metabolisme
- Pola eliminasi
- Pola tidur dan istirahat .
- Pola aktifitas .
- Pola hubungan dan peran
- Pola persepsi dan konsep diri
- Pola sensori dan kognitif
- Pola reproduksi seksual
- Pola penanggulangan stress
- Pola tata nilai dan kepercayaan
- Pemeriksaan fisik
- Status kesehatan umum
- Kulit
- Kepala
- Muka
- Mata
- Telinga
- Hidung
- Mulut dan faring
- Leher
- Thoraks
- Paru
- Jantung
- Abdomen
- Genitalia dan anus
- Ekstrimitas dan tulang belakang
- Pemeriksaan diagnostik
b) Pengkajian post operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:
- Keluhan utama
- Keadaan umum
- Sistem respirasi
- Sistem sirkulasi
- Sistem gastrointestinal
- Sistem neurology
- Sistem muskuloskleletal
- Sistem eliminasi
- Terapi yang diberikan setelah operasi
- Analisa data
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.
- Diagnosa sebelum operasi
- Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat.
- Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap struktur urethra
- Cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi
- Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia.
- Diagnosa setelah operasi
- Nyeri sehubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada Sachse
- Perubahan eliminasi urine sehubungandengan obstruksi sekunder dari Sachse bekuan darah odema
- Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter,
- Potensial untuk menderita cedera: perdarahan sehubungan dengan tindakan
- Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari Sachse
- Kurang pengetahuan: tentang Sachse sehubungan dengan kurang informasi .
- Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan nyeri.
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. (5) Selanjutnya dibuat perencanaan dari masing – masing diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 . Sebelum operasi
a . Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obtruksi mekanik: striktur urethra
Tujuan: Pola eliminasi normal .
Kriteria hasil :
- Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih
- Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
- Klien dapat berkemih volunter
- Urinalisa dan kultur hasilnya negatif
- Hasil laboratorium fungsi ginjal normal
- Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi .
- Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila dirasakan .
- Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan
- Perkusi / palpasi area supra pubik
- Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.
- monitor laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN, kreatinin.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat: antagonis Alfa - adrenergik (prazosin)
1 . Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2 . Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih
3 . Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
- Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik.
- - Observasi aliran dan kekuatan urine untuk mengevaluasi adanya obstruksi
6. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.
7. Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
- Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap striktur urethra
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Ekspresi wajah klien rileks
- Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
- Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.
- Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
- Observasi tanda – tanda vital.
- Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: kaltrofen ( Dumerol )
- 1. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan Intervensi
3 Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis
- Mengetahui perkembangan lebih lanjut
- cemas sehubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.
- Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.
- Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam menghadapi cemas.
- Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.
- Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan / masalah.
- Beri informasi tentang prosedur / tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan klien.
- Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.
- Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan :
a. tirah baring untuk hari pertama post operasi
b.ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi
c.hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih
Rasional :1. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam mendiskusikan tentang subyek sensitif.
2. Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
3. Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.
4. Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot.
5. Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat ketidaktahuan.
- Perubahan tanda – tanda vital mungkin menunjukkan tingkat kecemasan yang dialami klien.
- Gangguan tidur dan istirahat sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi, disuria, frekuensi, nokturia.
Kriteria hasil:
- Klien mampu istirahat / tidur dengan waktu yang cukup.
- Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
- Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.
- Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.
- Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
- Suasana yang tenang akan mendukung istirahat klien.
- Mengurangi frekuensi berkemih malam hari.
- Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih.
- Sesudah operasi
- Nyeri sehubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada Sachse
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
- Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.
- Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
- Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
- Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
- Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
- Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
- Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
- Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
- Observasi tanda – tanda vital
- Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan ( analgesik atau anti spasmodik )
- Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
- Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan.
- Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
- Mengurang kemungkinan spasmus.
- Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
- Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
- Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
- Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
- Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi sekunder dari Sachse: bekuan darah, edema.
Kriteria hasil:
- Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
- Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih.
- Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
1. Kaji output urine dan karakteristiknya
- Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama
- Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
- Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
- Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.
- Mencegah retensi pada saat dini.
- Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.
- Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
- Melancarkan aliran urine.
- Mendeteksi dini gangguan miksi.
- Potensial infeksi sehubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter,
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
- Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
- Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
- Pertahankan posisi urobag dibawah.
- Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
- Observasi urine: warna, jumlah, bau.
- Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
- Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi .
-
-
- Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan
- d. Potensial untuk menderita cidera: perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan .
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
- Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
- Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter .
- 3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
- 4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
- Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
- Observasi:
- Masukan dan haluaran
- Warna urine
Rasional :
- Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan .
- Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
- Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
- Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
- Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
- Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .
- Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari Sachse
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh sachse pada seksual.
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
2 . Jelaskan tentang :
a . Kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula .
b . Kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
Rasional :
1 . Untuk mengetahui masalah klien .
3 . Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
- Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
- 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
- 1. Dapat menimbulkan perdarahan .
- 2. Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB .
- Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
- 4. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
- 5. Untuk membantu proses penyembuhan .
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
- Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
- Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
- Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
- meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan
- Suasana tenang akan mendukung istirahat .
- Menentukan rencana mengatasi gangguan .
- Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .
Pelaksanaan adalah realisasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien, baik sebelum operasi dan sesudah operasi. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut: 1 ) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah divalidasi; 2 ) Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat; 3 ) Keamanan fisik dan psikologis dilindungi; 4 ) Dokumentasi intervensi dan respon klien.
5. EVALUASI
Evaluasi adalah bagian akhir dari proses keperawatan . Semua tahap proses keperawatan ( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang .( 12 )
Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan, sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan tujuan tidak tercapai. Untuk dapat menilai maka dilihat dari perilaku klien sebagai berikut: ( 13 )
- 2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan .
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.
- Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
- Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar